Premis.ID – Tak sempat merasakan sejuknya pagi hari, Wasemah, perempuan paruh baya itu tampak tengah mempersiapkan peralatannya seperti arit, cangkuit, dan tak lupa membawa bekal makanan untuk dinanti dimakan ketika matahari tepat di atas kepala.
Ya, kerja Wasemah memang dituntut untuk pergi sejak pagi hari meninggalkan rumah dan anak serta suaminya. Tepat pukul 06.00 WIb, perempuan yang berasal dari Desa Pengabuan, Kecamatan Abab, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tersebut sudah pergi kerja bersama dengan puluhan perempuan yang berasal dari desa yang sama.
Bahkan tak jarang, satu dari lima perempuan tersebut merupakan perempuan lanjut usia yang diperkirakan umurnya sudah menginjak angka kepala 6 hingga kepala 7.
Dengan mengayuh sepeda ontel tuanya, Wasemah dan puluhan perempuan lainnya harus menempuh jarak 10 km hingga 15 Km dari desanya.
Maka jika kita amati ketika pagi hari, disepanjang jalan Desa Pengabuan hingga desa betung selalu ramai para pengendara sepeda ontel tua yang dikendarai perempuan-perempuan paruh baya.
Tentu kita bisa membayangkan, bagaimana perempuan yang sudah berumur setengah abad lebih mengayuh sepeda dengan jarak yang cukup jauh.
Mereka menyebut pekerjaan ini dengan istilah nangguk upahan. Yang mana diartikan sebagai sebuah profesi buruh serabutan yang datang ke desa-desa terdekat.
Bahkan ada juga yang menamankan mereka Acah. Sebuah kata yang bermakna panggilan khas untuk di desa pengabuan.
Dalam sejarah, Acah penerjemahan dari pertanyaan dari mana Cah?. Istilah cah inilah yang melekat pada profesi satu ini.
